A. Politik
etis dan munculnya Golongan Terpelajar Indonesia
Pemerintah Belanda memulai Politik Etis itu pada tahun 1900-an yang
ditandai oleh pengangkatan J.B Van Heutsz, sebagai Gubernur Jenderal
(1904-1909) dengan penasehatnya Prof. C. Snouck Hurgronye, seorang ahli budaya
dan agama yang terkenal.
1. Trilogi
Politik Etis
Isi Politik etis, sebagaimana yang dikemukakan Van Deventer merupakan
Trilogi, yaitu irigasi (pengairan), emigrasi / transmigrasi (perpindahan
penduduk dari satu pulau kepulau yang lain), dan edukasi (pendidikan).
Politik balas budi
yang dicerminkan dalam trilogi Politik Etis itu, menuru Van Deventer dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Rakyat Indonesia hidup bertani,
pemerintah Belanda harus membangun sarana irigasi.
b. Rakyat Indonesia masih terbelakang,
maka pemerintah harus menyebarluaskan penyelenggaraan pendidikan.
c. Sehubungan dengan
diberlakukannya Undang-Undang Agraria tahun 1870, rakyat Indonesia tidak
leluasa lagi memperluas lahan pertaniannya di Jawa, karena itu pemerintah harus
menyelenggarakan program ransmigrasi dari Jawa ke luar Jawa.
Sejak itu pemerintah Belanda memperogramkan penyebarluasan pendidikan,
membangun sarana irigasi, dan tahun 1905 sejumlah orang Jawa dipindahkan keluar
Jawa, antara lain ke Lampung dan Deli, Sumatra Timur.
Sebenarnya gagasan Politik Etis yang dicetuskan oleh Van Deventer sangat
ideal. Apalagi dengan adanya prinsip mewujudkan kesejahteraan di Indonesia.
Namun pada prakteknya dilapangan, penyelenggaraan Politik Etis diselewengkan
oleh pemerintah Belanda seiring dengan kepentingan kolonial Belanda di
Indonesia. Penyelewengan itu sebagai berikut :
a. Pendidikan yang dilaksanakan hanyalah
pendidikan tingkat rendah, tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan akan pegawai
rendahan, mandor-mandor atau peleyan-pelayan yang bisa membaca. Memeng kemudian
dibuka sekolah-sekolah menengah, tetapi kebanyakan orang pribumi tidak mampu
menikmatinya karena biayanya mahal.
b. Irigasi hanya dibangun
didaerah-daerah yang terdapat perkebunan milik Belanda,dan
c. Transmigrasi ke luar Jawa,
khususnya di Sumatera, hanya dimaksudkan untuk mempermudah pengusaha-pengusaha
Barat di luar Jawa memperoleh tenaga kerja.
Dengan demikian Politik Etis yang dilancarkan Van Deventer gagal dalam
praktik dilapangan karena pemerintah Belanda tidak memiliki itikad baik untuk
menyejahterakan pribumi.
2. Edukasi
dan masa depan Indonesia
Politik Etis yang dicetuskan kaum etis dalam prakteknya telah diselewengkan
oleh pemerintah Kolonial Belanda. Tetapi bangsa Indonesia tetap memperoleh
keuntungan. Program edukasi yang dilaksanakan oleh Belanda mampu menumbuhkan
golongan terpelajar di Indonesia.
Begitu program Politik Etis mulai dilaksanakan, dibukalah sekolah-sekolah.
Untuk anak-anak bumi putera kalangan bawah didirikan Sekolah Dasar Bumi Putra
kelas dua (de Tweede Klasse), sekolah yang lama pendidikannya lima tahun ini
biayanya sangat mahal. Untuk anak bumi putra kelas menengah didirikan Sekolah
Dasar Bumi Putra Kelas Satu (de Eerste Klasse), sekolah ini lama pendidikannya
juga lima tahun. Namun, karena Van Heutsz dinilai kurang bermutu dalam bahasa
Belanda, maka masa belajarnya diangkat menjadi enam tahun. Untuk anak Eropa
didirikan sekolah khusus, yaitu ELS (Europese Lagere School).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar